BERJUANGLAH UNTUK KESUKSESAN MASA DEPANMU !

Sebaik-baik mahkota adalah AKHLAQ, dan sebaik-baik jubah ialah kesederhanaan, sedangkan sebaik-baik kedudukan ialah amalanmu sendiri!

Featured Post Today
print this page
Latest Post

Resensi Buku Dasar-Dasar BK (Prof. Prayitno)

Identitas Buku
Judul buku        :           Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling
Penulis              :           Prof. Dr. H. Prayitno, M.Sc. Ed.
Drs. Erman Amti
Penerbit            :           PT Rineka Cipta, Jakarta
Cetakan           :           September 2009
Tebal                :           viii+379 halaman
Bahasa             :           Indonesia

Pendahuluan
            Bimbingan dan konseling pada dasarnya merupakan upaya untuk bantuan untuk mewujudkan perkembangan manusia secara optimal, baik secara kelompok maupun individual, sesuai dengan hakikat kemanusiaannya dengan berbagai potensi, kelebihan, dan kekurangan, kelemahan, serta permasalahannya. Dalam buku ini terdapat delapan bab, yang memaparkan dasar-dasar bimbingan dan konseling.

Isi
            Kecanggihan teknologi yang beredar sekarang ini merupakan hasil pikir manusia. Pada dasarnya, dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa terlepas dari kebergantungannya terhadap teknologi. Sehingga wajar sekali jika tingkat kecanggihan teknologi yang digunakan suatu negara menentukan tingkat kemajuannya. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling indah dan paling tinggi derajatnya. Predikat “paling indah” diartikan bahwa tiada sesuatu pun cipataan Tuhan yang menyamai keberadaan manusia yang mampu mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan di mana pun dan saat apa pun, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi makhluk lain. Predikat “paling tinggi” mengisyaratkan bahwa tidak ada makhluk lain yang dapat mengatasi dan mengalahkan manusia, manusialah yang justru diberi kemungkinan untuk menatasi ataupun menguasai makhluk-makhluk lain sesuai dengan hakikat penciptaan manusia itu. Manusia itulah yang menentukan nasibnya sendiri, hidup dengan kesenangan-kebahagiaan atau dengan malapetaka-kesengsaraan. Mengingat predikat manusia itu sebagai makhluk yang paling indah dan paling tinggi, maka manusia seutuhnya itu adalah manusia yang telah berhasil memperkembangkan pada dirinya keempat dimensi kemanusiaan, sehingga ia benar-benar mencapai kualitas keindahan dan derajat yang setinggi-tingginya dalam kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Seiring dengan semakin canggihnya teknologi, maka semakin kompleks permasalahan-permasalahan yang muncul. Permasalahan yang banyak terjadi di masyarakat, seperti : Pertengkaran antar warga masyarakat, rendahnya disiplin kerja, pengangguran, pencurian, perjudian, perceraian, pemerkosaan, pelacuran, kumpul kebo, penculikan, dan sebagainya. Dimana permasalahan itu juga merupakan gejala rendahnya pengembangan empat dimensi kemanusiaan, yang meliputi dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dan dimensi keberagamaan – (Prayitno - 1990). Untuk membantu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, bimbingan dan konseling mulai diperlukan untuk ditempatkan pada beberapa lingkungan kehidupan, salah satunya adalah di sekolah-sekolah. Hal itu bertujuan untuk membantu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialami di kalangan pelajar.
Seperti yang diketahui banyak orang, bimbingan dan konseling tidak bisa terlepas dari “kasus”. Dalam bimbingan dan konseling pemakaian kata “kasus” tidak menjurus kepada pengertian-pengertian tentang soal-soal ataupun perkara-perkara yang berkaitan dengan urusan kriminal atau perdata, urusan hukum ataupun polisi, atau urusan yang bersangkut-paut dengan pihak-pihak yang berwajib. Kata “kasus” dipakai dalam bimbingan dan konseling sekedar untuk menujukkan bahwa “ada sesuatu permasalahan tertentu pada diri seseorang yang perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan demi kebaikan untuk diri yang bersangkutan. Dalam menghadapi suatu kasus, ada tiga hal utama yang perlu diselenggarakan, yaitu : pemahaman, penanganan, dan penyikapan. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap kasus dilakukan untuk mengetahui lebih jauh berbagai seluk-beluk kasus tersebut, tidak hanya sekedar mengerti permasalahannya atas dasar deskripsiyang telah dikemukakan pada awal pengenalan kasus semata-mata. Sedangkan, penanganan kasus dapat dipandang sebagai upaya-upaya khusus untuk secara langsung menangani sumber pokok permasalahan dengan tjuan utama teratasinya atau terpecahkannya permasalahan yang dimaksudkan. Dan yang paling terpenting adalah penyikapan. Penyikapan terhadap kasus berlangsung sejak awal penerimaan kasus untuk ditangani sampai dengan berakhirnya keterlibatan perhatian dan tindakan konselor terhadap kasus tersebut. Penyikapan yang menyeluruh itu mencakup segenap aspek permasalahan yang ada di dalam kasus dan segenap langkah ataupun pentahapan pada sepanjang proses penanganan kasus secara menyeluruh. Penyikapan pada umumnyamengandung unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan terhadap objek yang disikapinya.
Dari uaraian di atas, dapat diambil pengertian bahwa pelayanan bimbingan konseling dilaksanakan dari manusia, untuk manusia, dan oleh manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, seiring dengan penyelenggaraan pendidikan pada umumnya, dan dalam hubungan saling pengaruh antara orang yang satu dengan yang lainnya, peristiwa bimbingan setiap kali dapat terjadi. Sesuai dengan tingkat perkembangan budaya manusia, muncullah bimbingan formal. Bentuk, isi dan tujuan, serta aspek-aspek penyelenggaraan bimbingan (dan konseling) formal itu mempunyai rumusan yang nyata. Bentuk nyata dari gerakan bimbingan (dan konseling) yang formal berasal dari Amerika Serikat yang telah dimulai pengembangannya sejak Frank Parson mendirikan sebuah badan bimbingan yang disebut Vocational Bureau di Boston pada tahun 1908. Dan pada tahun 1951, oleh Jones, badan itu diubah namanya menjadi  Vocational Guidance Bureau. Usaha Parson inilah yang menjadi cikal bakal pengembangan gerakan bimbingan (dan konseling) di seluruh dunia. Pengertian dari bimbingan itu sendiri adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya itu (Frank Parson, dalam Jones, 1951). Sedangkan pengertian konseling adalah suatu proses dimana konselor membantu konseli membuat interpretasi-interpretasi tentang fakta-fakta yang berhubungan  dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian-penyesuaian yang perlu dibuatnya. (Smith, dalam Sertzer & Stone, 1974). Istilah konseling digunakan untuk menggantikan istilah “penyuluhan” yang selama ini menyertai kata bimbingan, yaitu kesatuan istilah “bimbingan dan penyuluhan”. Seiring dengan perkembangannya, bimbingan konseling mempunyai tujuan sebagai berikut : 1) untuk membantu individu membuat pilihan-pilihan, penyesuaian-penyesuaian dan interpretasi-interpretasi dalam hubungannya dengan situasi-situasi tertentu. 2) untuk memperkuat fungsi-fungsi pendidikan. 3) untuk membantu orang-orang menjadi insan yang berguna, tidak hanya sekedar mengikuti kegiatan-kegiatan yang berguna saja. Dalam pelayanannya, bimbingan dan konseling haruslah mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses dan lain-lainnya, yang meliputi asas kerahasiaan, asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kekinian, asas kemandirian, asas kegiatan, asas kedinamisan, asas keterpaduan, asas kenormatifan, asas keahlian, asas ahli tangan, dan asas tut wuri handayani (Prayitno, 1987).
Adapun landasan-landasan yang menjadi landasan pelayanan bimbingan konseling. Landasan Filosofis, pelayanan bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu, diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal yag bersangkut-paut dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Landasan Religius, dalam pelayanan bimbingan dan konseling perlu ditekankan tiga hal pokok, yaitu : keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan, sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama, dan upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya serta kemasyarakatan  yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah individu. Landasan Psikologis, psikologi merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling berarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan. Landasan Sosial Budaya, sebagai makhluk sosial manusia sangatlah membutuhkan orang lain dan tidak bisa apabila hidup seorang diri saja. Dalam bermasyarakat, manusia harus membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu demi ketertiban pergaulan sosial mereka. Ketentuan-ketentuan itu biasanya berupa nilai, norma sosial maupun pandangan hidup yang terpadu dalam sistem budaya yang berfungsi sebagai rujukan hidup para pendukungnya. Landasan Ilmiah dan Teknologis, pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangan-pengembangan pelayanan itu secara berkelanjutan. Landasan Pedagogis, bimbingan dan konseling menjadikan pendidikan sebagai landasannya yang ditinjau dari tiga segi, yaitu pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan pelayanan  bimbingan dan konseling.
Fungsi bimbingan dan konseling ditinjau dari kegunaan dan manfaatnya dapat dikelompokkan menjadi empat fungsi pokok, yaitu : fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan, dan funsi pengembangan. Sedangkan rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, dan penyelenggaraan pelayanan.
Ada tiga hal yang perlu dijadikan pusat perhatian oleh seorang konselor terhadap kliennya. 1) Orientasi Perseorangan, dalam bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor menitik-beratkan pandangannya terhadap klien secara individual. 2) Orientasi Perkembangan, dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan lagi pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan yang hendaknya diterjadikan pada diri individu.  3) Orientasi Permasalahan, dalam bimbingan dan konseling konsep orientasi masalah terentang luas daerah beroperasinya fungsi-fungsi bimbingan, dan dengan demikian pula menyusupi segenap jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling. Sedangkan, untuk ruang lingkup dan pelayanan bimbingan dan konseling terbagi menjadi dua. Yang pertama yaitu pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, dan yang kedua yaitu pelayanan bimbingan dan konseling di luar sekolah, yang meliputi bimbingan dan konseling keluarga, serta bimbingan dan konseling dalam lingkungan yang lebih luas.
Perlu diketahui, bahwasannya ada beberapa jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, yang meliputi sebagai berikut:
1) Layanan orientasi, adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya.
2) Layanan informasi, bersama dengan layanan orientasi bermaksud memberikan pemahaman kepada individu-individu yang berkepentingan tentangberbagai hal yang diperlukan untuk menjalani suatu tugas atau kegiatan, atau untuk menentukan arah suatu tujuan atau rencana yang dikehendaki.
3) Layanan penempatan dan penyaluran, layanan ini mencakup layanan penempatan dan penyaluran di ruang lingkup sekolah dan sesudahnya, yang berupa : a) penempatan siswa di dalam kelas, b) penempatan dan penyaluran ke dalam kelompok-kelompok belajar, -
c) penempatan dan penyaluran ke dalam kegiatan ko/extra kurikuler, d) penempatan dan penyaluran ke dalam jurusan/program studi yang sesuai, e) penempatan dan penyaluran ke dalam pendidikan lanjutan, f) penempatan dan penyaluran ke dalam jabatan/pekerjaan.
4) Layanan bimbingan belajar, layanan bimbingan belajar ini dilaksanakan melalui tahap-tahap : a) pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar, b) pengungkapan sebab-sebab timbulnya masalah belajar, dan c) pemberia bantuan pengentasan masalah belajar.
5) Layanan konseling perseorangan, layanan ini dimaksudkan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan langsung tatap muka antara konselor dan klien. Dalam hubungan itu masalah klien dicermati dan diupayakan pengentasannya, sedapat-dapatnya dengan kekuatan klien sendiri.
6) Layanan bimbingan dan konseling kelompok, layanan bimbingan dan konseling kelompok ini mengarah kepada sekelompok individu. Dengan satu kali kegiatan, layanan kelompok itu memberikan manfaat atau jasa kepada sejumlah orang.
Palaksanaan berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling memerlukan sejumlah kegiatan penunjang, yang meliputi instrumentasi bimbingan dan konseling (mencakup - instrumen tes dan instrumen non-tes), penyelenggaraan himpunan data, dan kegiatan khusus (mencakup konferensi kasus, kunjungan rumah, dan ahli tangan).
Berbagai upaya memang harus diselenggarakan untuk memperkembangkan pelayanan bimbingan dan konseling ke arah pemenuhan persyaratan bimbingan dan konseling sebagai profesi. Istilah profesi memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan dapat disebut profesi. Profesi itu sendiri adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Sedangkan ciri-ciri dan syarat profesi itu sebagai berikut :
a)      Profesi merupakan suatu jabatan yang memiliki kebermaknaan sosial.
b)      Para anggotanya dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi ataupun sertifikasi.
c)      Para anggotanya lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial dari pada pelayanan yang bersifat ekonomi.
d)      Standar tingkah laku anggotanya dirumuskan secara tersurat melalui kode etik yang benar-benar diterapkan
Berhubungan dengan perkembangannya yang masih tergolong baru, sebagai profesi yang handal, bimbingan dan konseling masih perlu diperkembangkan dan diperjuangkan. Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui a) standarisasi untuk kerja profesional konselor, b) standarisasi penyiapan konselor, c) akreditasi, d) stratifikasi dan lisensi, dan e) pengembangan organisasi profesi. Tujuan organisasi profesi dapat dirumuskan ke dalam “tri darma organisasi profesi”, yaitu : pengembangan ilmu, - pengembangan pelayanan, penegakan kode etik profesional.
            Di Indonesia, berkembangnya bimbingan dan konseling berawal pada tahun 1960 sejak diadakannya konferensi FKIP atau IKIP di Malang untuk mengatasi masalah penyaluran siswa ke jurusan-jurusan yang sesuai dengan bakat, kemauan dan minat murid. Maka dari konferensi itu, salah satu hasilnya adalah bimbingan dan  konseling di masukkan ke dalam dunia pendidikan di Indonesia. Mulai tahun 1984/1985 jurusan bimbingan dan penyuluhan menjelma menjadi jurusan psikologi pendidikan dan bimbingan, yang meliputi program studi psikologi pendidikan dan program studi bimbingan dan konseling. Di samping itu pada awal 1980-an di IKIP Bandung dan IKIP Malang mulai dibuka program pasca sarjana bimbingan dan konseling

Kelebihan
Buku ini dilengkapi rangkuman setiap babnya, rangkuman yang disajikan ini bisa membantu para pembaca untuk menarik kesimpulan setiap babnya. Selain itu, buku ini juga disertai tugas-tugas setiap babnya, tugas-tugas ini sangatlah penting, karena bisa membantu para pembaca untuk mengkaji lebih dalam lagi pembahasan-pembahasan yang dipaparkan tiap babnya.

Kekurangan
            Sayangnya dalam buku ini, penulisan-penulisannya masih belum diperhatikan dengan dengan baik, seperti salah pengejaan huruf, salah penulisan, dan ada beberapa pembahasan menggunakan kalimat yang bertele-tele. Tentunya ini sangat mengganggu bagi pembaca yang sedang membacanya.

Penutup

            Terlepas dari kekurangan yang ada, buku ini layak untuk dibaca karena isinya sangat bermanfaat sekali, terutama bagi para mahasiswa yang baru pertama kali memasuki perkuliahan dan mengambil prodi bimbingan dan konseling.
0 comments

Kreativitas

       
 Indonesia merupakan negara yang kaya, kaya akan sumber daya alamnya maupun kekrativitasannya. Namun, yang nampak di Indonesia sekarang ini adalah kemiskinan kreativitas. Hal ini tentunya tidak bisa kita anggap sebagai suatu masalah yang kecil atau kita remehkan. Karena untuk membangun dan memajukan negeri ini, kita membutuhkan individu-individu yang aktif dalam mengekspresikan kreativitasnya. Aktif atau tidaknya kreativitas yang dimiliki oleh suatu bangsa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang semuanya itu saling berkaitan, dan tidak bisa diremehkan atau diabaikan begitu saja setiap faktornya. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor keberanian, kebebasan, dan tingkat kemalasan individu.
            Sejak dari jaman penjajahan hingga merdeka dan bahkan sampai sekarang, negara kita mengalami krisis kreativitas yang sangat memprihatikan. mungkin bukan hanya saya saja yang akan mengatakan demikian, bahkan mungkin anda juga akan mengatakan hal yang sama. Bagaimana tidak memprihatinkan? Hampir keseluruhan yang ada di indonesia ini bukan hasil murni buah pikir bangsa indonesia sendiri. Lantas hasil pemikirannya siapa semua yang ada di Indonesia ini? adalah mereka yang mempunyai pemikiran-pemikiran yang maju, jiwa kreativitas yang tinggi, dan keberanian. Tetapi yang sangat disayangkan, mereka bukanlah penduduk asli pri bumi. Bangsa kita ini hanya senang menikmati saja, tetapi tidak mau untuk berusaha atau membuatnya. Salah satu contohnya saja adalah dalam hal dunia persepak-bolaan, lebih khususnya lagi adalah “proses naturalisasi pemain”. Di sini terlihat jelas kemiskinan kreativitas Indonesia dalam hal mengolah dan mendidik pemain-pemain, indonesia lebih senang merekrut pemain yang bagus dan sudah matang. Di sini terlihat bahwa bangsa kita hanya mau “terima jadi”. Sangat menyedihkan apabila kondisi ini terus-menerus dan berlarut-larut terjadi, atau bahkan sampai menjadi sebuah tradisi yang turun-temurun. Tentunya kita sebagai generasi penerus bangsa tidak menginginkan hal buruk itu terus berkembang di negara kita.
            Menurut saya, terjadinya kemunduran atau bahkan bisa dibilang ketidak-aktifan kreativitas bangsa kita ini disebabkan oleh dua hal.
Yang pertama adalah tidak adanya keberanian di dalam diri setiap individu untuk mengekspresikan kreativitasnya, padahal negara kita memberikan kebebasan yang sebebas-bebasnya kepada setiap individu untuk berkreasi semaksimal mungkin, selagi itu tidak menyalahi atau melanggar hukum yang berlaku.
Yang kedua adalah kebebasan tiap-tiap individu yang mulai dibatasi. Memang ada beberapa hal yang tidak diberikan kebebasan di negara kita ini. taruhlah contohnya seperti cara berpakaian, di Indonesia memang membatasi itu, karena di Indonesia sangat kental sekali kebudayaannya, norma-normanya, dan adat istiadatnya. Agama pun juga membatasi kebebasan tersebut, apa lagi jika islam dijadikan sebagai salah satu sudut pandang dari segi agama. Dalam islam itu sendiri, ketentuan-ketentuan cara berpakaian itu sudah ada, dan hal tersebut menjadi sebuah hukum yang mengatur para pemeluknya. Namun, saya pribadi menolak dengan keras apabila agama divonis menjadi salah satu faktor yang membatasi sepenuhnya kekreativitasan setiap individu. Islam tetap memperbolehkan setiap pemeluknya untuk mengekspresikan kreativitasnya, seperti contohnya di bidang seni lukis ada kaligrafi, di bidang seni suara ada tilawah, di bidang olahraga ada olahraga berkuda, dan lain-lain. Islam tidak membatasi sepenuhnya kekreativitasan suatu bangsa, hanya ada beberapa saja yang terpaksa harus dibatasi karena bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku dalam islam.
Dan satu lagi faktor yang menyebabkan kemunduran kekreativitasan bangsa ini, adalah kemalasan yang dibiarkan hingga mengakar kuat di dalam diri setiap individu. Kata “malas” ini memang sepele bukan? padahal hanyalah sebuah kata yang amat sepele, namun dalam wujud aslinya manusia sendiri dibuat hingga kewalahan mengatasi masalah ini. Bagaimana bangsa kita bisa maju dengan segala kekreativitasan yang sebenarnya sudah digenggam oleh setiap individu di bangsa ini, kalau masih melestarikan sifat malas? Sudah saatnya, kita sebagai penerus bangsa bangkit untuk berkarya, berimajinasi, dan mewujudkan semua kreativitas kita itu dengan penuh keberanian. Jadi, saya sependapat dengan Darmanto yang mengatakan bahwa untuk memahami kreativitas kita perlu memahami realitas, manusia, serta seluruh kompleksitas yang membangun konsep ini, seperti: Kebebasan, courage (keberanian), imaginasi, bahkan  perlu diperhatikan rasa.
Permasalahannya adalah indonesia sendiri sekarang ini terlalu sibuk mengejar ketertinggalannya dari negara-negara lain sebagai dampak penjajahan yang dialaminya dahulu kala. Ibarat sebuah kereta, Indonesia itu hanya berusaha menjadi gerbongnya saja, agar tetap bisa mengikuti kemana arah kereta itu melaju. Atau dalam artian lain, Indonesia hanya berusaha supaya tetap bisa mengikuti perkembangan yang ada. Padahal, sebenarnya indonesia sendiri bisa memimpin perkembangan dunia, dengan catatan jika Indonesia mengalihkan perhatiannya untuk memberikan kesempatan dan membantu mewujudkan terlaksananya kreativitas-kreativitas yang dimiliki bangsanya. Kenapa bisa dikatakan seperti itu? Karena sebenarnya, faktor-faktor yang menentukan kemajuan suatu negara itu semua mempunyai titik akar yang sama, yaitu kekreativitasan. Kita mencoba melihat kekreaativitasan sebagai faktor di sektor ekonomi, ekonomi suatu negara itu bisa berkembang dengan baik dan menjadi ekonomi yang maju itu tergantung pada tingkat kekreativitasan setiap individu di negara tersebut. Contoh sepelenya saja adalah berjualan air minum, apa lagi perusahaan air minum yang sudah sangat kita kenal saat ini adalah perusahaan air minum AQUA. Hanya orang yang benar-benar kreatif yang mau memanfaatkan peluang yang ada untuk memajukan perekonomiannya.

Tidak mudah untuk mewujudkan kesadaran-kesadaran itu, memerlukan proses yang bertahap untuk bisa menyadarkan setiap orang di negeri ini supaya berani mengekspresikan kekreativitasannya, jika memang benar-benar bangsa ini menginginkan sebuah kemajuan.
0 comments

Makna Bencana Bagi SANTANA (Santri Tanggap Bencana)

 Tanggapan setiap orang mengenai terjadinya suatu bencana sangatlah beragam dan berbeda-beda, perbedaan ini disebabkan oleh tingkat pendidikan dan latar belakang mereka. Namun pada dasarnya hanya ada tiga kemungkinan bencana atau musibah itu terjadi, yang pertama adalah Allah memberikan dan menjadikan suatu bencana sebagai ujian bagi hamba-hambanya. Yang kedua, Allah memberikan suatu bencana karena Allah murka. Dan yang ketiga, Allah menghendaki bencana yang terjadi adalah bagian dari proses alam.
 Allah menciptakan manusia di bumi ini bukan tanpa suatu masalah sedikitpun, namun Allah telah mempersiapkan permasalahan-permasalahan yang sangat kompleks sekali beserta jalan keluarnya untuk mengatasi masalah tersebut. Seperti halnya Allah memberikan bencana atau musibah pada suatu kaum atau kelompok tertentu beserta jalan keluar berupa bangkitnya kembali rasa semangat mereka. Permasalahan ini di maksudkan supaya kita menjadikan permasalahan-permasalahan tersebut sebagai pembelajaran kita semua, baik permasalahan itu yang mengalami adalah kita sendiri secara langsung maupun orang lain. Kita sebagai umat muslim harus pandai memahami dan memaknai setiap bencana atau musibah yang terjadi disekitar kita. Kita dapat memaknai terjadinya suatu bencana dari dua sudut pandang, yakni secara teologis dan proses alam. Makna Secara Teologis Dari segi keberadaan agama, jika digunakan untuk menganalisis atau memaknai setiap peristiwa-peristiwa berupa bencana yang terjadi di sekeliling kita, maka di sini kita akan menemukan dua kemungkinan pemaknaan terjadinya suatu bencana atau musibah, yang pertama ialah bahwasannya agama memandang setiap bencana yang diberikan Allah adalah suatu ujian untuk mengangkat derajat hamba-hambanya yang benar benar bertakwa kepada-Nya. Dan yang kedua, bahwasannya agama memandang suatu bencana sebagai bentuk azab atau kemurkaan Allah SWT. Sebetulnya masing-masing dari dua kemungkinan pemaknaan terjadinya suatu bencana tersebut dapat kita bedakan, mana bencana yang bisa dikatakan sebagai ujian dan mana bencana yang dikatakan sebagai bentuk kemurkaan Allah. Kita dapat membedakannya dari segi penyebabnya. Menurut saya pribadi, kita memang diperbolehkan mengatakan suatu bencana yang terjadi itu sebagai bentuk kemurkaan Allah. Namun sebelum kita memvonis bahwa itu sebagai bentuk murka Allah, Kita perlu melihat terlebih dahulu sebab-sebab yang mungkin melatar belakangi terjadinya bencana tersebut. Contohnya seperti bencana yang ditimpakan Allah kepada kaum nabi Nuh a.s. Jika kita menempatkan diri sebagai orang lain dalam kisah nabi Nuh, kita dapat mengatakan bencana itu sebagai bentuk kemurkan Allah karena sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya bencana tersebut adalah mereka (kaum nabi Nuh a.s ) menolak untuk beriman kepada Allah. Sehingga, Allah murka kepada mereka dan kemudian Allah menimpakan azab kepada mereka. Yang kedua, kita bisa menganggap suatu bencana yang menimpa kita itu adalah suatu ujian dari-Nya. Tentunya ada sebab-sebab yang melatar belakanginya, sehingga pada akhirnya kita bisa mengatakan bahwasannya itu sebagai bentuk ujian dari-Nya. Tentunya kita dapat melihatnya dari segi keberadaan kita, apakah kita menyeleweng dari perintah-perintah yang telah ditetapkan-Nya atau tidak, dan seberapa dekatnya kita kepada Allah melalui jalan intorspeksi diri. Kita baru bisa menyimpulkannya sebagai sebuah ujian sesudah bencana atau musibah itu menimpa kita. Jadi kita tidak bisa di awal-awal terjadinya musibah mengatakan bahwa itu sebuah ujian dari-Nya, kita haruslah mengintrospeksi terlebih dahulu apa kesalahan-kesalahan kita, seberapa dekat kita dengan-Nya, dan lain-lain. Kita kembali mengambil sebuah contoh dari kisah nabi Nuh a.s. Jika kita menempatkan diri kita di posisi nabi Nuh a.s, setelah kita mengintrospeksi diri kita pribadi, kita dapat menarik kesimpulan bahwasannya itu sebagai suatu ujian dari-Nya, dimana kita diuji kesabaran, ketaatan kepada Allah, dan keikhlasan kehilangan keluarga kita. Jadi kesimpulannya, menurut saya kita tidak bisa dengan mudahnya mengatakan atau memvonis terjadinya suatu bencana itu sebagai sebuah ujian atau sebagai bentuk murka Allah saja, kita harus melihat terlebih dahulu penyebabnya. Makna Natural Makna natural yang dimaksud adalah pemaknaan berdasarkan proses alam yang berlangsung. Jika melihat dari segi natural, setiap bencana yang terjadi adalah salah satu bagian dari siklus alam dalam proses keberlangsungannya. Ada dua faktor penyebab terjadinya suatu bencana yang didasarkan pada proses alam, yaitu faktor proses alam itu sendiri dan faktor keberadaan manusia. 1. Faktor proses alam Faktor ini disebabkan karena proses alam itu sendiri. Sehingga, bencana-bencana yang terjadi, seperti erupsi gunung berapi, meletusnya gunung berapi, gempa bumi, tsunami, dan lain-lain, adalah suatu hal yang wajar karena itu adalah bagian dari proses alam. 2. Faktor keberadaan manusia Faktor ini disebabkan karena ulah manusia, sehingga alam menyesuaikan keadaan yang tengah terjadi, contohnya adalah kebiasaan manusia yang membuang sampah tidak pada tempatnya (di selokan, sungai, dll), akibatnya sampah-sampah menumpuk di mana-mana dan membuat selokan-selokan tersumbat, sehingga terjadi banjir karena aliran air yang seharusnya berjalan lancar menjadi tersumbat. Inilah yang disebut alam menyesuaikan pada keadaan yang tengah terjadi. Namun jika kita mencoba memaknai dari segi natural lebih dalam lagi, sebetulnya bencana yang terjadi di sekitar kita adalah suatu bentuk teguran dari alam yang mencoba memperingatkan kepada kita bahwa ada yang salah dengan sikap dan kebiasaan kita, yang kita terapkan pada alam atau lingkungan disekitar kita. Dan bukan berarti, bencana yang terjadi disekitar kita tidak ada campur tangan dari Allah, karena segala sesuatu yang ada di bumi ini digerakkan dengan kekuatan-Nya, sehingga segala sesuatu yang terjadi seluruh alam ini tergantung pada ridho-Nya, meskipun manusia mengira dan menganggap alam dan seisinya sudah seharusnya mengalami proses-proses alam yang kita sebut-sebut sebagai bencana alam sebagai suatu akibat atau imbas ulah manusia, namun jika Allah belum menghendaki untuk terjadi, maka tidak akan terjadi.
0 comments

Life Style

Perkembangan gaya hidup merupakan kejadian yang tiada habisnya, keglamoran akan terus berkembang seiring dengan tingkat kedudukan dan kebutuhan. Gaya hidup atau life style akan terus menyelimuti bagi siapa saja yang menghendaki dirinya untuk mengikuti perkembangan yang sedang terjadi, baik pola pikir, sandang, pangan, papan, dan pernak-pernik keduniaan yang lainnya. Dalam essay saya kali ini, saya masih sependapat dengan apa yang disampaikan dalam bacaan tersebut, dan saya hanya akan menambahkan sedikit pandangan mengenai “Gaya Hidup” yang perlahan tumbuh dan berkembang di sekitar kita. Sejak awal diproklamasikannya kemerdekaan hingga sekarang, Indonesia tiada henti-hentinya melakukan usaha-usaha untuk mengejar ketertinggalannya dari negara-negara yang sudah terlebih dahulu berkembang dan menjadi negara yang maju. Dimulai dari penggalakan berbagai program-program usaha untuk mengembangkan unsur-unsur yang membangun kemajuan Indonesia itu sendiri, hingga berbagai usaha yang diadakan untuk membuktikan keberadaan Indonesia di mata dunia sebagai negara yang patut diperhitungkan dalam kedudukannya, meski masih dalam tahap sebagai negara yang sedang berkembang. Salah satu pembuktiannya di mata dunia ialah dengan adanya progam ekspor buah-buahan, aksesoris-aksesoris, bahkan kerajinan-kerajinan hasil anak bangsa. Di sini bisa kita lihat, gaya hidup Indonesia lambat laun mengalami perkembangan, yang dulunya hanya konsumtif sekarang sedikit-demi-sedikit mencoba mensejajarkan keberadaannya dengan negara-negara maju menjadi negara yang produktif. Sedangkan, usaha-usaha yang diadakan Indonesia untuk mengembangkan unsur-unsur yang membangun Indonesia itu sendiri dalam hal ini adalah kualitas penduduknya, bisa kita lihat dengan adanya berbagai peningkatan sumber daya manusia melalui bidang-bidang pendidikan resmi pemerintah, penyuluhan-penyuluhan, dan pembinaan-pembinaan terhadap masyarakat yang minim pendidikan. Semua usaha ini dilakukan pemerintah untuk menunjang perkembangan Indonesia menjadi negara yang maju, sekaligus upaya untuk mengeksistensikan keberadaan Indonesia di kancah dunia internasional. Gaya hidup masyarakat lambat laun mengalami konversi yang dirasa ini terjadi secara halus, sehingga kesadaran hilangnya unsur-unsur yang sudah mengakar sejak dahulu kala dalam sebuah tatanan kehidupan masyarakat baru akan terasa saat semua unsur-unsur itu semua hilang dan telah tergantikan oleh eksistensi gaya hidup yang mulai meninggi. Dahulunya, mungkin sebelum Indonesia merdeka, masyarakat pedesaan yang menonjol kedudukannya lebih memilih bersikap sederhana dalam berpenampilan. Namun, jika melihat realitanya sekarang, dengan adanya teknologi yang sudah maju, transportasi yang sudah memadai, dan pola pikir yang semakin berkembang baik masyarakat pedesaan yang menonjol kedudukannya tidak lagi menunjukkan sikap kesederhanaannya melainkan justru mengikuti perkembangan-perkembangan gaya hidup yang terjadi yadi masyarakat perkotaan. Tidak hanya hanya masyarakat yang menonjol kedudukannya, mungkin semua masyarakat yang tinggal di pedesaan melakukan hal itu. Motor, mobil,dan rumah mewah bukan lagi sesuatu hal yang “WOW” dan dianggap langka di kalangan masyarakat pedesaan, karena mereka mempunyai pemikiran bahwa mereka harus mengikuti perkembangan gaya hidup masyarakat perkotaan agar tidak tertinggal dan terlepas dari label “ndeso” yang disematkan oleh para penduduk perkotaan yang lebih maju dari mereka. Di sisi lain, masyarakat perkotaan juga tidak ingin dirinya merasakan kedudukan yang sejajar dengan penduduk pedesaan, mereka terus mengup-date hal-hal baru yang sedang berkembang di negara-negara maju. Sehingga tidak aneh jika sekarang ini terjadi pergeseran tujuan bekerja, yang dahulunya mungkin hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sekarang bergeser menjadi lebih tinggi tingkatan tujuannya atau bisa juga dibilang multifungsi, yakni untuk meningkatkan kualitas tingkat kemakmuran. Selain itu, suatu pekerjaan yang dijalankan juga dijadikan sebuah ajang untuk bergaya, dan bukan suatu hal yang aneh jika muncul sebuah anggapan “apa pekerjaanmu, itulah kedudukanmu!” Dari sini, dapat kita amati bahwa anggapan itu bisa menciptakan sebuah permasalahan baru (pengkastaan kedudukan) yang dilatar-belakangi oleh suatu pekerjaan. Contoh yang mungkin terlihat jelas di mata kita adalah adanya arisan-arisan atau perkumpulan-perkumpulan yang diadakan oleh orang-orang kaya dan hanya untuk orang-orang kaya, khususnya ini terjadi pada kaum perempuan (ibu-ibu) yang berglamor mewah. Dari pengkastaan itu, perbedaan gaya hidup baik dari segi sandang, pangan, dan papan pun akan terlihat jelas. Dan gaya hidup pun mereka sesuaikan menurut kemampuan mereka masing-masing, dari apa yang mereka makan, seberapa kualitas sandang yang mereka kenakan, dan lain sebagainya. Nampaknya, gaya hidup yang berlebihan juga dapat membawa dampak negatif, dimana dampak itu pada akhirnya juga akan mengarah kepada si konsumer itu sendiri. Salah satunya adalah konsumer menjadi krisis akan sifat kepedulian terhadap sesama, mereka menjadi lebih mementingkan dirinya sendiri, untuk memperbaiki dan meningkatkan taraf kehidupan mereka sendiri tanpa memikirkan orang lain. atau bisa dikatakan mereka (para konsumer aktif) menjadi bersifat egois. Dari sinilah muncul sebuah pemikiran dari masyarakat kalangan bawah ketika mereka (para kalangan atas) mempunyai sebuah permasalahan, “mereka kaya, buat apa mereka dibantu? Toh mereka punya uang yang bisa membantu mereka?” Di sinilah dampak gaya hidup yang terlalu berlebihan terjadi, yang memunculkan sebuah permasalahan hubungan sosial yang seharusnya tadinya terjalin dengan baik, menjadi terpecah belah.
1 comments

Sinkretisme Budaya

Sinkretisme Budaya
Oleh : ALI IMRON – Institut Agama Islam Negeri Surakarta


Ringkasan

Seiring dengan berkembangnya jaman, kebudayaan asli suatu daerah tak lagi menampakkan keasliannya. Ini dikarenakan adanya budaya-budaya asing yang masuk dan berusaha menggantikan posisi kebudayaan asli setempat, namun disisi lain kebudayaan asli tidak begitu dengan mudahnya lenyap begitu saja. Dari sinilah terjadi sebuah penyesuaian atas dua unsur yang berbeda dan saling berlawanan yang berkombinasi, sehingga memunculkan sebuah unsur yang baru dan berbeda dari unsur sebelumnya. Proses inilah yang disebut sinkretisasi, yang menghasilkan sebuah sinkretisme budaya.



_ _ _ _ _ _ _



Pada pertemuan kali ini saya akan mencoba mengutarakan pendapat saya mengenai sinkretisme budaya, sebagai wujud tanggapan saya terhadap sebuah bab yang berjudul “Mitos dan Sinkretisme Islam di Jawa”.
Dalam dunia atropologi, tentunya tidaklah asing dengan istilah sinkretis, sinkretisasi, dan sinkretisme. Sinkretis adalah sebuah penyesuaian keseimbangan antara dua unsur yang berbeda, yakni antara unsur-unsur asli dengan unsur-unsur asing. Sedangkan, sinkretisasi adalah sebuah proses untuk mengombinasikan dan menyesuaikan antara dua atau lebih unsur yang berbeda, yakni unsur asli dan unsur asing yang saling berlawanan sehingga menimbulkan unsur yang baru. Dan sinkretisme itu sendiri adalah hasil dari proses sinkretisasi.
Indonesia adalah negara yang luas dan memliki beragam kebudayaan yang unik di setiap daerahnya. Lahirnya kebudayaan yang unik di setiap daerah itu sendiri dipengaruhi oleh pola kehidupan masyarakat yang mendiami wilayah setempat. Di pulau Jawa, seperti yang telah kita ketahui, pada jaman dahulu sangat kental sekali mitos-mitos yang beredar, karena pada masa itu keyakinan yang dianut adalah keyakinan yang masih bersangkut-paut dengan hal-hal mistis. Sehingga, wajar sekali jika kebudayaan-kebudayaan yang lahir pada saat itu dirasa oleh manusia jaman sekarang ini sangatlah tidak masuk akal, karena upacara adat kegiatan unik yang lainnya selalu dihubungkan dengan arwah nenek moyang atau para dewa-dewa. Walaupun demikian, tidak bisa dipungkiri lagi keberadaannmya, karena sejarah sudah mencatat bahwasannya kebudayaan hindu adalah kebudayaan yang masuk pertama kali di Jawa bersamaan dengan ajaran atau agama yang diusungnya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, islam mulai muncul dan melekatkan kebudayaannya secara perlahan. Wali songo, adalah sebuah sebutan untuk sembilan wali yang bertugas menyiarkan agama islam di tanah pulau jawa. Keberadaan wali yang menyebarkan ajaran islam (yang pada saat itu masih tergolong sebagai ajaran yang baru) di pulau jawa nampaknya bisa diterima, dan tidak dirasakan masuknya ajaran itu karena wadah yang digunakan para wali pada saat itu adalah hal-hal yang masih berkaitan dengan kepercayaan hindu, namun isinya telah dimodivikasi atau dirubah dengan ajaran-ajaran islam. Mulai dari sinilah terjadi sebuah sinkretisasi, dan melahirkan aliran yang baru, dalam hal ini adalah ajaran islam jawa.
Munculnya islam di jawa, membuat keaslian kebudayaan jawa perlahan-lahan mulai luntur, dan tergantikan oleh ajaran-ajaran islam yang mulai bisa diterima oleh masyarakat jawa. Keberadaan Sunan Kalijaga di sini mempunyai pengaruh peran yang begitu besar bagi perkembangan agama islam yang ada di tanah jawa. Tak heran jika pengaruh perannya yang begitu hebat itu mampu mengubah sedikit demi sedikit keyakinan masyarakat jawa yang notabenenya menganut kepercayaan hindu-budha menjadi masyarakat yang tiap-tiap individunya memeluk agama islam, meskipun tidak semuanya yang masuk agama islam. Adapun kebudayaan islam yang ada di jawa itu sendiri tidak bisa sama persis dengan kebudayaan islam yang ada di Arab Saudi sana, ini disebabkan karena adanya sinkretisme budaya yang terjadi antara kebudayaan islam dengan kebudayaan jawa yang sudah terlebih dahulu melekat di masyarakat jawa.
Dengan adanya sebuah mitos yang berkembang di masyarakat jawa, islam menjadikannya sebuah wadah atau sarana untuk menghubungkan antara ajaran-ajaran islam itu sendiri yang mungkin akan dianggap baru oleh masyarakat jawa pada masa itu dengan cerita-cerita yang dibangun pada masa hindu-budha (pra -islam). Melalui cara yang demikian pada masa itu, ajaran islam dapat diterima oleh masyarakat jawa dan terus berkembang sampai sekarang.
Namun, dengan terjadinya sinkretisme budaya ini di masa lampau dan terus berkembang sampai saat ini, memunculkan sebuah dampak yang mengakibatkan kesulitan-kesulitan pada era modern ini dalam membedakan mana kebudayaan jawa dan mana kebudayaan islam yang sebenarnya. Permasalahan-permasalahan yang timbul seperti saat ini akan terus bermunculan seiring dengan perkembangan jaman beserta unsur-unsur baru yang ada di dalamnya, yang menuntut untuk melakukan suatu perubahan pada unsur-unsur ajaran yang telah ada dalam masyarakat.
Semua permasalahan pembaharuan unsur-unsur yang akan muncul di masa mendatang tergantung oleh masyarakat jawa itu sendiri, apakah masyarakat jawa akan menerima dan mengikuti unsur-unsur kebudayaan islam yang sesungguhnya, tentunya ini nantinya akan berbeda dengan kebudayaan islam jawa. Atau apakah akan tetap mempertahankan unsur-unsur yang sudah terkombinasikan dalam budaya islam jawa itu sendiri.
0 comments
 
Support : Genius | Ali Imron | Ali Imron
Copyright © 2014. Ali Imron - All Rights Reserved
Template Created by Genius Published by Ali Imron
Proudly powered by Blogger